Sebagaimana manusia, tentulah kita tak akan pernah luput dari sebuah kesalahan. Namun, apakah kesalahan itu akan terus menjadi sebuah rutinitas kita sehari-hari, tanpa adanya muhasabah atau intropeksi diri?
Seringkali kita melihat, ada seseorang yang merasa dirinya sempurna. Dia merasa tampan, cantik, kece, cool dan sebagainya. Dan saat melihat orang lain yang berparas kurang baik, berkulit hitam, berhidung besar, memiliki jerawat, ada tahi lalat di wajahnya, itu semua menjadi bahan olokan mereka yang menganggap dirinya sempurna.
Adapula seseorang yang selalu dengki (hasad), tatkala melihat saudaranya mendapatkan suatu kenikmatan yang dia sendiri belum mendapatkannya. Seakan-akan, jika saudaranya gembira, dia akan merasa ‘sakit’ dengan melihatnya. Sebaliknya, jika saudaranya dalam keadaan susah, seakan-akan kegembiraan menyelimuti dirinya.
Juga ada seseorang yang merasa dirinya hebat, gagah, kuat, paling mulia. Namun, dia tidak memikirkan, siapa dirinya itu sebenarnya.
Saat menikmati secangkir teh hangat, gue melihat sebua kitab lama yang guemiliki terhampar di atas lemari, judulnya adalah Futuhul Ghaib, karya Syeck Abdul Qadir al-Jailani.
Bermula karena rasa ‘iseng’, gue memulai membacanya kembali lembaran demi lembaran kitab itu. Sampai pada halaman tertentu, gue menemukan sebuah nasihat Syeck Abdul Qadir yang bagi gue, memiliki makna yang beitu dalam.
Nasihat ini sangatlah pas untuk menanggapi tulisan gue yang berada di paragraf pertama hingga keempat.
Dalam kitabnya, Syeck Abdul Qadir mengatakan:
Orang yang mengetahui tiga perkara, akan selamat dari tiga perkara:
- Orang yang tahu bahwa Sang Pencipta tak pernah berbuat salah dalam mencipta, niscaya ia akan selamat dari mencela.
- Orang yang tahu bahwa Sang Pencipta tidak pernah pilih kasih dalam membagikan rezeki, niscaya ia akan selamat dari iri hati.
- Orang yang tahu dari apa Tuhan menciptakannya, niscaya ia akan selamat dari kesombongan.
Subhanallah. Itulah kata-kata yang pas untuk mengiringi nasihat tersebut.
Oleh karena itu, janganlah kita mencela orang lain juga makhluk lain ciptaanNya yang di rasa dalam pandangan kita, terdapat kekurangan pada dirinya. Karena itu semua pada hakikatnya adalah ciptaan Allah. Dan Allah itu Maha Sempurna. Tidak ada satupun ciptaannya yang bernilai cacat. Semua itu mengandung rahasia agungNya.
Dalam melihat suatu kenikmatan, janganlah kita melihatnya hanya dari satu sisi. Rezeki tidak hanya harus berupa harta. Kesehatan, kemudahan, lingkungan yang baik, itu semua juga merupakan rezeki dariNya. Ada seseorang yang kita anggap ‘kaya, namun memiliki penyakit yang serius, sehingga hartanya digunakan hanya untuk berobat. Sedangkan kita? Walaupun harta kita tak sebanyak orang kaa, namun kita masih bisa menikmati harta kita itu untuk memenuhi kebutuhan kita, bisa menikmati hal-hal lain yang bernilai kesenangan dunia.
Yang terakhir, kenapa sombong? Asal kita semua adalah setitis mani yang hina. Baik orang itu adalah Raja, Presiden, Mentri, hingga tukang sampah sekalipun. Di mata Allah tidak ada yang berbeda. Kecuali mereka yang bertakwa kepadaNya. Lagi pula, saat kita terlahir di dunia ini, apakah kita mengenakan pakaian? Tidak! Dan apakah kita bisa makan dan minum dengan sendirinya saat baru lahir? Tidak! Apakah saat kita memasuki usia anak-anak kita bisa masuk sekolah tanpa biaya dan bantuan dari orang lain? Dan apakah saat kita mati nanti, kita bisa memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkan diri kita sendiri tanpa bantuan orang lain? Tidak! Lalu apa yang pantas kita sombongkan?
Sekian tulisan ringan ini. Semoga bermanfaat.
Refrensi:
Futuhul Ghaib
Al Faqih
Lagi ngampus, yoi
Twitter: @faqih_abduh
Facebook: /faqihabduh
Instagram: @faqihabduh