Burung dan Kehidupan - Al Faqih
News Update
Loading...

26 Desember 2019

Burung dan Kehidupan

Kita semua tau kan, kalau burung adalah makhluk yang memiliki sepasang sayap untuk terbang. Artinya, sayap burung itu adalah sebuah simbol kebebasan, sebuah simbol yang memiliki arti semangat untuk meraih sesuatu yang ingin di raih, dengan kedua sayapnya itu, seekor burung pergi mencari makan dan kadang bukan hanya untuk dirinya, melainkan untuk makhluk lainnya. Seenggaknya itu yang gue fikirkan mengenai sayap burung.


Bicara soal burung, tentulah amat beragam jenisnya, dan dari beberapa jenis tersebut ada yang dijadikan peliharaan sebagai burung hias.

Pada tulisan ini, gue ingin mengutarakan sesuatu yang baru aja gue renungin. Sebagai makhluk yang notabennya telah di anugrahi begitu banyak potensi, seringkali kita, terkhusus gue pribadi, itu lupa. Mungkin lebih tepatnya bukan lupa, tapi enggan "memakai" potensi yang telah diberikan oleh Tuhan yang maha kuasa.

Malas, mudah menyerah, tidak punya kegigihan, dan lain-lain adalah suatu tanda kita telah mengabaikan potensi yang telah diberikan Tuhan. Padahal dalam real life kita sudah mendapati banyak bukti orang-orang yang "bersinar" dalam artian telah sukses, bahkan banyak dari mereka yang berasal dari kalangan ABK (Anak Berkebutuhan Khusus), yang katanya memiliki kekurangan dari kebanyakan orang normal lainnya.

Lalu apa hubungannya dengan burung?

Seindah apapun seekor burung, dan semahal apapun seekor burung, jika ia tersankar dalam burung, apakah burung tersebut akan senang? Sekalipun ia berada di dalam sangkar yang mahal, yang mewah, yang megah?

Gue kira nggak. Karena kebebasan lebih mahal nilainya. Sampai suatu ketika gue pernah melihat  seekor burung yang menyuapi anaknya makanan, dan entah kenapa gue seperti merasa bahagia layaknya si ibu burung tersebut.

Seekor burung gagak yang bisa terbang bebas mungkin akan merasa hidupnya lebih beruntung dari seekor burung hias yang bisa bernilai ratusan juta dalam hidup dalam sangkar. 

Sangkar disini gue mengartikannya sebagai sebuah tembok kehidupan gue pribadi. Rasa malas, rasa ketidak mampuan, rasa pesimis, dan lainnya yang secara tanpa sadar, gue telah mengabaikan potensi-potensi besar yang telah diberikan Tuhan.

So, siap untuk maju?

Wahai zat yang maha pengampun dan pengasih, ampuni kelalaian hambamu ini.

Share with your friends

Give us your opinion

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done