Tragedi Kentut - Al Faqih
News Update
Loading...

16 Agustus 2017

Tragedi Kentut

Saat itu, gue masih menduduki bangku sekolah MI di kelas 1. Yaitu, saat-saat dimana semua anak masih sangat jujur alias polos. 

Tepat pada jam 09:00, gue dan kawan-kawan biasa jajan bareng di sebuah kantin kelas yang kecil. Tak ada yang mewah memang, namun terasa hangat karena bisa tertawa bersama dengan tanpa adanya beban.




Bukber plus reuni dengan anak MI

IG @faqihabduh

Di jam istirahat ketika kita ngumpul, ada aja topik pembicaraan yang bagi anak-anak usia 6/7 tahunan itu terasa asik dan seru. Misalnya saat ngomongin film PowerRanger, Ultramen, dan Naruto.

Bahkan gue inget, ada temen gue yang berantem gara-gara mereka sama-sama menyukai salah satu pahlawan di film PowerRangger. 

"Jagoan gue itu Rangger merah." Kata Romo (Nama samaran).
"Apa-apaan lo, gue merah. Tanya aja tuh ke Fadhlur (Salah satu temen gue, tapi ini nama samaran), gue duluan yang merah." Jawab Arul (Nama samaran)

Begitulah kelakuan bocah, dia mengklaim 'duluan' siapa yang berhak menjadi miliknya. Yaa, namanya juga bocah.

Kembali fokus pada cerita awal. 

Singkat cerita, waktu istirahatpun usai. Gue dan kawan-kawan dengan membawa perut yang berisi degan bervarian makan dan minuman, bergegas kembali menuju kelas.

Sesampainya di kelas, gue dan kawan-kawan melihat sesosok anak yang tak asing lagi bagi kelas 1, dia itu Arif (Nama samaran). Gue dan kawan-kawan merasa heran dengan dia, "Ada apa dengan Arif? Kenapa di waktu istirahat ini dia hanya tidur di kelas?" Pikir gue dalam hati.

Tak lama melihat salah satu kawannya tertidur, Romo menghampiri si Arif yang sedang meletakkan kepalanya di atas bangku sekolah dengan posisi miring dan duduk.

"Rif, oi, udah masuk." Romo berusaha membangunkan kawannya dengan lembut.

Tak lama setelah itu, gue dan kawan-kawan yang lainpun, ikut menghampiri si Arif. Dan masing-masing dari kita pun berusaha membangunkan si Arif dengan macam-macam metode. Ada yang dengan lawakan, ada yang dengan menakut-nakuti kalo guru udah dateng, dan lain-lain.

Sampai datanglah waktu dimana, sebuah 'bau' yang khas tecium oleh kita semua.

"Anjrit, siapa yang kentut nih?" Ucapan itu pertama keluar dari mulut si Arul. Orangnya emang suka 'ngoceh' sih.

"Tau nih." Gue cuma menimpali apa adanya.

Beberapa detik telah berlalu, setau gue, yag namanya kentut itu, biasanya baunya cuma beberapa detik aja. Apalagi ini ruang terbuka, tentulah akan semaki cepat hilang baunya.

Tapi, tragedi kali ini sedikit beda. Gue dan kawan-kawan pun merasa kalo ini adalah hal yang 'ganjal'.

Tak ada satupun yang memberikan penjelasan mengenai tragedi ini. Sampai seorang kawan gue yang suka 'mengendus'ngendus' sesuatu, bermama Fikri (Nama samaran) mencoba mengendus 'bau' misteri ini dengan penuh penghayatan. Dia mencoba menganalisisnya.

"Gila! Bau Kentut, tapi kaya bau tai." Keheningan yang sesaat itupun, menjadi pecah dengan penjelasan si Fikri tukang endus. 

"Ada yang cepirit nih." Raka menimpali jawaban Fikri dengan serius.

NB: Cepirit adalah 'ee' atau tai yang keluar degan tidak sengaja Penjelasan simpelnya mungkin begitu.

Hal itupun memicu pada keributan. Kawan-kawan gue pun saling menuduh satu sama lain. Dan masing-masing dari kita pun selalu membela diri masing-masing.

"Elo yang cepirit ye?"

"Bukan gue, lo cium aja nih pantat gue."

Saling tuduh itu terus berlangsung. Bahkan gue pun ikut-ikutan di tuduh. Yaa, gue ini 'dulu' terkenal dengan sosok yang pendiam dan pemalu. Jadi wajar kalo gue diem terus, akhirnya di tuduh cepirit juga.

Di balik kegaduhan yang ada, si tukang endus yaitu Fikri, diam-diam menciumi celana belakang kawan-kawannya. Hingga inti dari pembuat masalahpun ditemukan.

"Woi, Arif yang cepirit." Kata Fikri dengan semangat dan merasa bangga karena berhasil menemukan dalang yang sebenarnya di balik kegaduhan ini.

"Rif, lo cepirit?" Kata Romo sambil sedikit menggoyang-goyangkan tubuh kawannya itu agar terbangun.

Setalah Romo membangunkan kawannya itu yang kedua kalinya, tiba-tiba terdengar suara isakan tangis.

"Si Arif nangis tuh." Kata gue yang menyadari kawan gue yang baik dan pintar itu menangis. Walau gue saat itu gak tau apa alasannya.

Isakan tangis itu semakin lama semakin nyata. Perlahan namun pasti, kini tangisan itu menjadi sebuah pembawa duka yang mendalam bagi Arif. Tangisannya semakin keras, mungkin guru yang ada di kantor sudah mendengar tangisannya.

Gue dan kawan-kawan sekarang faham, alasan kenapa Arif hanya berdiam diri di kelas sambil menidurkan dirinya. Mungkin dia berusaha menyembunyikan zat berwarna coklat itu yang dengan tidak sengaja telah keluar dari tempat asalnya.

Tak lama setelah si Arif nangis, guru kelas 1 tercinta datang dengan tergesa-gesa, dengan wajah penuh khawatir karena melihat seorang murid tercintanya menangis. Sebut saja dia adala Bu Indah (Nama samaran).

"Si Arif kenapa nih?" Tanya Bu Indah sambil memeluk muridnya yang sedang berduka itu.

Gue dan kawan-kawan pun menjelaskan tragedi 'itu'. Agar Bu Indah pun mengetahui kejadian yang sebenarnya.

Setelah memberi penjelasan yang sebenrnya. Bu Indah membawa Arif yang masih menangis itu ke ruang guru. Mungkin untuk menghibur hatinya yang sedang 'hancur'.

Dan begitulah, kisah gue di waktu MI atau sama dengan SD. 

To be continued

Share with your friends

Give us your opinion

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done